divine-music.info
divine-music.info

divine-music.info
THE KUCING GROUP'S : FABIAN SEPTIADI 1701342321 | NIA AMALIA 1701330694 | MOHAMAD RIZQI RAMADHAN 1701337145 | SANDRA WULANDARI 1701307930 | SONYA NIKYA DELAHOYA 1701323215

Senin, 29 September 2014

BUSINESS LAW 2017- LA65

THE KUCING GROUP'S :
FABIAN SEPTIADI 1701342321
NIA AMALIA 1701330694
MOHAMAD RIZQI RAMADHAN 1701337145
SANDRA WULANDARI 1701307930
SONYA NIKYA DELAHOYA 1701323215

Peraturan Nasional Pengangkutan Darat Jalan Raya :

UU No. 22 Tahun 2009 tersebut diharapkan dapat membantu mewujudkan kepastian hukum bagi pihak-pihak yang terkait dengan penyelenggaraan jasa angkutan, baik itu pengusaha angkutan, pekerja (sopir/ pengemudi) serta penumpang. Secara operasional kegiatan penyelenggaraan pengangkutan dilakukan oleh pengemudi atau sopir angkutan dimana pengemudi merupakan pihak yang mengikatkan diri untuk menjalankan kegiatan pengangkutan atas perintah pengusaha angkutan atau pengangkut. Pengemudi dalam menjalankan tugasnya mempunyai tanggung jawab untuk dapat melaksanakan kewajibannya yaitu mengangkut penumpang sampai pada tempat tujuan yang telah disepakati dengan selamat, artinya dalam proses pemindahan tersebut dari satu tempat ke tempat tujuan dapat berlangsung tanpa hambatan dan penumpang dalam keadaan sehat, tidak mengalami bahaya, luka, sakit maupun meninggal dunia. Sehingga tujuang pengangkutan dapat terlaksana dengan lancar dan sesuai dengan nilai guna masyarakat. Namun dalam kenyataannya masih sering pengemudi angkutan melakukan tindakan yang dinilai dapat menimbulkan kerugian bagi penumpang, baik itu kerugian yang secara nyata dialami oleh penumpang (kerugian materiil), maupun kerugian yang secara immateriil seperti kekecewaan dan ketidaknyamanan yang dirasakan oleh penumpang. Misalnya saja tindakan pengemudi yang mengemudi secara tidak wajar dalam arti saat menjalani tugasnya pengemudi dipengaruhi oleh keadaan sakit, lelah, meminum sesuatu yang dapat mempengaruhi kemampuannya mengemudikan kendaraan secara ugal-ugalan sehingga menyebabkan terjadinya kecelakaan dan penumpang yang menjadi korban. Hal ini tentu saja melanggar pasal 23 ayat 1 (a) UULLAJ.




Dalam dunia perdagangan ada tiga jenis pengangkutan antara lain :
a.       Pengangkutan melalui darat yang diatur dalam :
1)      KUHD, Buku I, Bab V, Bagian 2 dan 3, mulai pasal 90-98.
2)      Peraturan khusus lainnya, misalnya, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian. Dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya.
3)      Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1989 tentang Telekomunikasi.    

http://rohanskasim.blogspot.com/2013/01/hukum-pengangkutan.html


. HUKUM TRANSPORTASI DARAT

1. Masalah Pengangkutan
Transportasi memegang peranan yang sangat penting dalam bisnis nasional maupun internasional. Transportasi akan menjamin kelancaran lalu lintas barang dalam perdagangan nasional maupun internasional dan menjamin hak kepemilikan atas barang dengan pengeluaran dokumen pengapalan yang sangat vital seperti bill of lading, airways bill dan lain-lain .
Pasal 506 ayat 1 KUHD mendefinisikan bill of lading atau konsemen sebagai suatu surat yang bertanggal dalam mana si pengangkut menerangkan bahwa ia telah menerima barang-barang tersebut untuk diangkutnya ke suatu tujuan tertentu dan menyerahkanya di situ kepada seseorang tertentu, begitupula menerangkan dengan syarat-syarat apakah barang-barang itu akan diserahkan. Dari ketentuan pasal tersebut fungsi dari B/L yaitu:
1. sebagai surat bukti perjanjian pengangkutan.
2. sebagai surat bukti penerimaan barang
3. sebagai bukti pemilikan barang (document of title)

JENIS-JENIS BILL OF LADING
1. negotiable B/L (original B/L) dan non negotiable B/L.
2. on board B/L & receipt B/L.
3. clean and foul B/L.
4. long form and short form B/L.
5. combined transport B/L (multimodal B/L) & single modal B/L.
6. express B/L.
7. stale B/L.
8. swicht B/L.
9. third party B/L.
10. ocean B/L & house B/L.
11. chartered B/L.
12. way bill and forwarder cargo receipt (FCR).
13. air way bill (AWB).
14. FIATA bill of lading (FBL).

Cara Peralihan B/L
B/L dapat diterbitkan sebagai atas nama (op naam), atas pengganti (aan order) maupun atas tunjuk (aan toonder) sebagaimana diatur dalam pasal 506 ayat 2 KUHD. Fungsinya untuk menunjukan bagaimana B/L tersebut harus diperalihkan.
Lebih lanjut pasal 508 KUHD B/L atas pengganti diperalihkan dengan endosemen dan penyerahan suratnya. Pasal ini tidak mengatur bagaimana cara peralihan B/L atas nama dan atas tunjuk. Untuk itu kita dapat melihat ketentuan pasal 613 KUH Perdata, dimana peralihan B/L atas nama dapat dilakukan dengan akte van cessie, dan B/L atas tunjuk dengan peralihan dari tangan ketangan yang disertai dengan endorsemen .

The Haque –Visby Rules
Walaupun belum berlaku secara universal, the haque-visby rules merupakan aturan-aturan yang diadakan untuk menyeimbangkan kepentingan perusahaan ekspedisi (shipper) dan perusahaan perkapalan dan memberikan kepastian bagi pemilik barang (consignee). Peraturan ini dikeluarkan karena ada kebutuhan-kebutuhan akan aturan yang dapat diterima secara internasional sebagai antisipasi atas adanya beberapa perusahaan perkapalan memasukan klausul mereka sendiri di dalam kontrak pengangkutan dan memperkecil hak-hak dari perusahaan ekspedisi.
Tiga Kewajibnan Utama Perusahaan Perkapalan
1. mengusahakan kapalnya layak kerja.
2. mempunyai awak, peralatan dan supply yang layak.
3. mengusahakn kapal tersebut cocok dan aman untuk membawa dan memelihara kargo. Disamping itu carrier juga wajib untuk secara layak dan berhati-hati memuat, memelihara dan membongkar kargo.

The Hamburg Rules

Karena adanya ketidaksepakatan atas hal-hal yang diatur oleh the haque-visby rules yang lebih banyak melindungi shipper dan pemilik barang maka diadakanlah the hamburg rule yang ditetapkana pada tahun 1978 di Hamburg. Dalam hamburg rules beban pembuktian berada pada pihak carrier.







Hukum Pengangkutan Darat Jalan Raya

Dengan menyadari pentingnya peranan transportasi, maka lalu lintas dan angkutan jalan harus ditata dalam suatu sistem transportasi nasional secara terpadu dan mampu mewujudkan tersedianya jasa transportasi yang sesuai dengan tingkat kebutuhan lalu lintas dan pelayanan angkutan yang tertib, nyaman, cepat, teratur, lancar dan dengan biaya yang terjangkau oleh daya beli masyarakat. Untuk itu pemerintah telah mengeluarkan kebijakan di bidang transportasi darat yaitu dengan dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagai Pengganti UU No. 14 Tahun 1992, serta Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan yang masih tetap berlaku meskipun PP No. 41 Tahun 1993 merupakan peraturan pelaksanaan dari UU No. 14 tahun 2003 dikarenakan disebutkan dalam Pasal 324 UU No. 22 Tahun 2009 bahwa : Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3480) dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan Undang-Undang ini. Dalam pasal 2 dan pasal 3 UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (yang selanjutnya disingkat dengan UULLAJ) mengatur asas dan tujuan pengangkutan. Adapun Asas penyelenggaraan lalu lintas adalah diatur dalam Pasal 2 UULLAJ yakni Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diselenggarakan dengan memperhatikan: asas transparan, asas akuntabel, asas berkelanjutan, asas partisipatif, asas bermanfaat, asas efisien dan efektif, asas seimbang, asas terpadu, dan asas mandiri. Sedangkan Pasal 3 UULAJ menyebutkan mengenai tujuan dari Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yakni : terwujudnya pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan moda angkutan lain untuk mendorong perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan umum, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung tinggi martabat bangsa, terwujudnya, etika berlalu lintas dan budaya bangsa; dan terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat.
Demikian juga dalam Paragraf 9 UULLAJ tentang Tata Cara Berlalu Lintas bagi Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum serta pasal 141 UULAJ tentang standar pelayanan angkutan orang dan masih banyak pasal-pasal lainnya yang terkait dengan adanya upaya memberikan penyelenggaraan jasa angkutan bagi pengguna jasa atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan pemakai jasa angkutan. Pengguna jasa adalah setiap orang dan/ atau badan hukum yang menggunakan jasa angkutan baik untuk angkutan orang maupun barang. Karena pengangkutan di sini merupakan pengangkutan orang maka pengguna jasa untuk selanjutnya disebut penumpang. Sedangkan pengangkut adalah pihak yang mengikatkan diri untuk menyelenggarakan angkutan barang dan/ atau penumpang. Pengertian lainnya adalah menurut Pasal 1 ayat 22 UULLAJ, yang disebut dengan Pengguna Jasa adalah perseorangan atau badan hukum yang menggunakan jasa Perusahaan Angkutan Umum. Sedangkan yang disebut pengangkut dalam UULLAJ ini dipersamakan dengan pengertian Perusahaan Angkutan Umum yakni di sebutkan dalam Pasal 1 ayat 21 yang berbunyi : Perusahaan Angkutan Umum adalah badan hukum yang menyediakan jasa angkutan orang dan/atau barang dengan Kendaraan Bermotor Umum.
Dengan berlakunya UU No. 22 Tahun 2009 tersebut diharapkan dapat membantu mewujudkan kepastian hukum bagi pihak-pihak yang terkait dengan penyelenggaraan jasa angkutan, baik itu pengusaha angkutan, pekerja (sopir/ pengemudi) serta penumpang. Secara operasional kegiatan penyelenggaraan pengangkutan dilakukan oleh pengemudi atau sopir angkutan dimana pengemudi merupakan pihak yang mengikatkan diri untuk menjalankan kegiatan pengangkutan atas perintah pengusaha angkutan atau pengangkut. Pengemudi dalam menjalankan tugasnya mempunyai tanggung jawab untuk dapat melaksanakan kewajibannya yaitu mengangkut penumpang sampai pada tempat tujuan yang telah disepakati dengan selamat, artinya dalam proses pemindahan tersebut dari satu tempat ke tempat tujuan dapat berlangsung tanpa hambatan dan penumpang dalam keadaan sehat, tidak mengalami bahaya, luka, sakit maupun meninggal dunia. Sehingga tujuang pengangkutan dapat terlaksana dengan lancar dan sesuai dengan nilai guna masyarakat. Namun dalam kenyataannya masih sering pengemudi angkutan melakukan tindakan yang dinilai dapat menimbulkan kerugian bagi penumpang, baik itu kerugian yang secara nyata dialami oleh penumpang (kerugian materiil), maupun kerugian yang secara immateriil seperti kekecewaan dan ketidaknyamanan yang dirasakan oleh penumpang. Misalnya saja tindakan pengemudi yang mengemudi secara tidak wajar dalam arti saat menjalani tugasnya pengemudi dipengaruhi oleh keadaan sakit, lelah, meminum sesuatu yang dapat mempengaruhi kemampuannya mengemudikan kendaraan secara ugal-ugalan sehingga menyebabkan terjadinya kecelakaan dan penumpang yang menjadi korban. Hal ini tentu saja melanggar pasal 23 ayat 1 (a) UULLAJ.
Tindakan lainnya adalah pengemudi melakukan penarikan tarif yang tidak sesuai dengan tarif resmi, hal ini tentu saja melanggar pasal 42 UULLAJ tentang tarif. Misalnya saja di Surabaya tarif resmi angkutan mikrolet yang ditentukan berdasarkan SK Walikota Surabaya No. 55/ 2002 adalah sebesar Rp. 1200. Namun dalam realitanya masih ada pengemudi menarik biaya angkutan lebih dari tarif resmi. Atau tindakan lain seperti menurunkan di sembarang tempat yang dikehendaki tanpa suatu alasan yang jelas, sehingga tujuan pengangkutan yang sebenarnya diinginkan oleh penumpang tidak terlaksana. Hal ini tentu saja melanggar ketentuan pasal 45 (1) UULLAJ mengenai tanggung jawab pengangkut terhadap penumpang yang dimulai sejak diangkutnya penumpang sampai di tempat tujuan. Dan adanya perilaku pengangkut yang mengangkut penumpang melebihi kapasitas maksimum kendaraan. Dengan melihat kenyataan tersebut, dapat diketahui bahwa dalam sektor pelayanan angkutan umum masih banyak menyimpan permasalahan klasik. Dan dalam hal ini pengguna jasa sering menjadi korban daripada perilaku pengangkut yang tidak bertanggung jawab.